RI Belum Merdeka Impor BBM, Padahal Punya Harta Karun Energi!

Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesia sudah berusia 76 tahun, atau tiga perempat abad lebih. Duduk di atas cincin api Pasifik, Indonesia diberkahi dengan energi terbarukan yang melimpah. Sayangnya, kedaulatan energi belum sepenuhnya aman karena candu minyak bumi.

Indonesia masih menghadapi tantangan krusial dalam hal ketahanan energi. Ketergantungan energi fosil (minyak dan batu bara) dinilai kian riskan berdampak pada terancamnya kedaulatan energi nasional, meski kita telah menyatakaan kemerdekaan 76 tahun.

Kemerdekaan adalah satu hal, yang bisa diproklamirkan. Namun kedaulatan adalah hal lain, yang terus dieja karena merupakan proses yang belum usai. Di tengah usia kemerdekaan Indonesia yang mencapai 76 tahun, bangsa ini terus berjuang mewujudkan kedaulatan energi.

Kedaulatan energi dimaknai sebagai hak negara dan bangsa untuk secara mandiri menentukan kebijakan pengelolaan dan penggunaan energi. Sudah berdaulatkah Indonesia di sektor energi? Pertanyaan ini bakal memicu perdebatan panjang.

Namun, kita bisa setidaknya mengukurnya dari ketahanan energi, yang memaparkan 5 dimensi: ketersediaan pasokan energi (availability), kemampuan membeli (affordability), dan akses (accessibility) bagi pengguna energi, keberterimaan (acceptability) dan efisiensi (efficiency).

Global Energy Institute (GEI), lembaga riset sektor energi di bawah US Chamber of Commerce (Kamar Dagang Amerika Serikat/AS) pada tahun lalu menerbitkan laporan “International Index of Energy Security Risk Index (IESRI): Assessing Risk in Global Energy Market.”

Di dalamnya terdapat analisis mengenai tingkat ketahanan energi negara yang menjadi pemain utama energi dunia, termasuk Indonesia. Di situ, peringkat ketahanan energi Indonesia berada di urutan 9, dari 25 negara pemain energi terbesar dunia.

Matriks penyumbang terbesar indeks ketahanan energi Indonesia adalah ketersediaan (availability), di mana minyak energi fosil masih melimpah, khususnya batu bara dan gas bumi. Menurut GEI, avaliability menyumbang 54% bobot indeks ketahanan energi Indonesia.

Namun, besarnya ketersediaan kedua energi fosil tersebut secara bersamaan memicu risiko bagi Indonesia. Pertama, Indonesia kini bergantung pada impor untuk memenuhi satu di antaranya yakni minyak bumi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor BBM (minyak dan gas) nilainya nyaris US$ 3 miliar per Juni 2021, atau setara dengan 13,3% dari total nilai impor Indonesia yang mencapai US$ 17,22 miliar. Ketergantungan impor ini berulang kali disinggung oleh Presiden Joko Widodo sebagai penyebab defisit neraca perdagangan Indonesia mudah membengkak.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *