Jakarta, CNN Indonesia — Para ilmuwan Tiongkok membangun fasilitas eksperimental pertama yang memungkinkan memanen pancaran energi dari Matahari yang memantul di luar angkasa, menjadi sumber energi di negaranya.
Tiongkok akan memanen energi dari Matahari dan memancarkannya ke Bumi menggunakan infrastruktur besar di orbit yang dianggap fiksi ilmiah, namun pemerintah Tiongkok berencana menghasilkan 1 megawatt dari luar angkasa pada 2030.
Dan pada tahun 2049, ketika Republik Rakyat Tiongkok merayakan hari jadinya yang ke-100, total kapasitas pembangkit listrik akan meningkat menjadi 1 gigawatt, setara dengan reaktor tenaga nuklir terbesar saat ini.
Setelah peletakan batu pertama di desa Heping, distrik Bishan, tiga tahun lalu, proyek itu sempat dihentikan karena keterbatasan kelayakan dan keamanan teknologi. Namun proyek dilanjutkan kembali pada bulan Juni, menurut situs web pemerintah kabupaten.
Zhong Yuanchang, seorang profesor teknik elektro yang terlibat dalam proyek dengan Universitas Chongqing mengatakan pembangunan infrastruktur akan selesai pada akhir tahun ini, memenuhi tenggat waktu yang ketat.
Sinar energi intensif perlu menembus awan secara efisien dan mengenai stasiun bumi secara langsung dan tepat. Para peneliti di fasilitas Bishan akan mengerjakan proyek ini.
Para ahli menilai pembangkit listrik tenaga surya tidak efisien karena hanya beroperasi pada siang hari, dan atmosfer memantulkan atau menyerap hampir separuh energi di bawah sinar matahari.
Sejak tahun 1960-an, beberapa ilmuwan dan insinyur luar angkasa telah tertarik dengan gagasan stasiun surya di luar angkasa. Dari ketinggian 36.000 kilometer atau lebih, pembangkit listrik tenaga surya geostasioner dapat menghindari bayangan bumi dan melihat matahari 24 jam sehari.
Kehilangan energi di atmosfer juga dapat dikurangi seminimal mungkin yakni sekitar 2 persen, dengan mengirimkan energi dalam bentuk gelombang mikro frekuensi tinggi.

Selama beberapa dekade terakhir, berbagai bentuk pembangkit listrik tenaga surya telah diusulkan dari seluruh dunia tetapi hanya menjadi teori lantaran terbatas tantangan teknis.
Di Bishan, para peneliti Tiongkok pertama-tama perlu membuktikan bahwa transfer daya nirkabel bekerja dalam jarak jauh.
Meskipun insinyur dan penemu Nikola Tesla mempopulerkan gagasan tersebut pada akhir abad ke-19, teknologinya hanya terbatas pada sejumlah kecil aplikasi jarak pendek, seperti pengisi daya nirkabel untuk ponsel cerdas.
Tesla gagal karena ia membuat perjalanan listrik di udara seperti gelombang ke segala arah. Untuk meningkatkan jangkauan efektif, energi harus dikonsentrasikan menjadi sinar yang sangat terfokus.
Baca artikel CNN Indonesia “China Panen Matahari di Luar Angkasa, Aliri Listrik ke Bumi” selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20210819144531-199-682480/china-panen-matahari-di-luar-angkasa-aliri-listrik-ke-bumi.